Kamis, 06 November 2014

Diskusi Kematian

Tubuh Hugh seketika mengejang. Wajahnya memerah dan raut mukanya menegang seperti sedang menahan beban yang maha berat. Tubuhnya terkulai. Hening. Istrinya hanya mampu menatap pasrah. Wanita itu tak mampu menahan keinginan suaminya. Di sebuah rumah tua yang dibangunnya dua puluh tahun lalu, di pinggiran kota Michigan, Hugh telah mengakhiri penderitaannya karena penyakit emphysema, jenis penyakit paru-paru akut, yang telah membuatnya begitu menderita selama bertahun-tahun.

Selasa, 04 November 2014

Kota Tuhan

Tidak seperti kota-kota lainnya, di kota ini kutemukan diriku menjadi hijau. Lumut-lumut yang melekat bertumbuh menjadi nyanyian-nyanyian malaikat. Di kota ini, aku bisa melihat matahari bermekaran. Kuntum-kuntumnya bergerak lembut membiaskan kehangatan. Aku bahkan dapat memetik matahari tanpa harus kurasakan panasnya yang menyengat, seperti di kota-kota lain. 

Minggu, 02 November 2014

Kucing

Melihat Roni, anakku, aku ingat Aco. Kelakuan adikku itu terlihat jelas pada diri Roni. Aco yang ketika itu berumur 4 tahun, hampir seumur dengan Roni sekarang, sangat sayang pada kucing. Ia memiliki kucing piaraan yang ayah beri nama si Manis.  Seperti Aco, Roni  juga sangat sayang pada kucing.  

Perjalanan

Siang yang panas. Matahari seakan bertengger di ubun-ubun. Debu-debu bertebaran di antara kerumunan orang yang lalu-lalang. Di sebuah terminal bus yang  padat, aku duduk termangu menunggu bus yang akan mengantarku pulang. 
 
Teriakan para calo tiket dan para kernet  menderu di antara sengatan matahari. Angin menerkam menemani panas dan daun-daun yang terlepas dari tangkainya. Bukan hanya daun-daun tua yang telah mengering.

Jumat, 31 Oktober 2014

Sang Maut

Pada mulanya adalah ketiadaan. Lalu hidup dan mati menjelmakan diri. Mati menjelma ketiadaan hidup; hidup menjelma ketiadaan mati. Angin berkesiur. Lalu diam. Bayangan pepohonan bergerak. Kemudian hening. Satu persatu retas dalam hitungan-Nya. 

Perempuan yang Terbaring dalam Lilin

Kutemukan perempuan itu terbaring lenguh di pojok kamar, di atas kasur empuk. Air mata yang membasahi pipinya yang mulai keriput, mengalir membentuk lekuk yang begitu sulit kumaknai. Ia menatapku sembari menarik kedua ujung bibirnya membentuk selarik senyum. 

Seorang Perempuan dengan Badai di Perut

Perempuan itu lemas tersungkur. Ia telah kehilangan dompetnya di pelabuhan Tanjung Priok, saat turun dari kapal yang membawanya dari kota Makassar. Seorang lelaki yang pura-pura membantunya, ketika hampir terjatuh akibat kelelahan dan perutnya yang semakin membesar, telah mengambil dompet itu dari dalam tas kumal yang ditentengnya. Seketika ia merasa kehilangan kehidupannya. Semua yang ia harapkan sebagai bekal saat berada di Jakarta telah melayang begitu saja tanpa jejak. Ia bahkan tak sempat mengingat lagi wajah orang yang menolongnya.